PERGANTIAN MENTERI

Risma Rangkap Jabatan, Ini Kata Pengamat Hukum Tata Negara

Nasional | Kamis, 24 Desember 2020 - 03:06 WIB

Risma Rangkap Jabatan, Ini Kata Pengamat Hukum Tata Negara
Tri Rismaharini yang masih menjabat sebagai Walikota Surabaya. (JPNN)

SURABAYA (RIAUPOS.CO)  – Tri Rismaharini hingga saat ini masih merangkap jabatan sebagai Menteri Sosial (Mensos) dan Wali Kota Surabaya. Hingga berita ini ditulis Risma belum mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya.  

Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga belum memberhentikan Risma, panggilan akrab Tri Rismaharini, sebagai Wali Kota Surabaya.  


 “Apa esensinya mempertahankan dua jabatan (Mensos dan wali kota Surabaya, red). Ini kan sudah di ujung, tinggal dua bulan (masa jabatan Risma sebagai Wali Kota Surabaya, red). Apa yang mau dipertahankan,” kata Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Airlangga (Unair), Radian Salman, Rabu (23/12/2020). 

Salman mengatakan, meski Risma merangkap jabatan, tidak ada risiko hukum yang dilanggar. Risikonya adalah pada penyelenggaraan pemerintahan. DPRD Kota Surabaya misalnya, tetap bisa memanggil Risma ketika ada problem di Kota Surabaya.  

“Karena Risma merangkap jabatan, maka dia tetap mendapat penghasilan (gaji dan tunjangan, red) sebagai mensos dan sebagai wali kota Surabaya. Kalau Mensos sumbernya kan dari APBN. Sedangkan Wali Kota Surabaya sumbernya dari APBD,” ujar Salman. 

Dia menjelaskan, di UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 78 ayat (1) menyebutkan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena, meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. 

Lalu, di Pasal 78 ayat (2) huruf g disebutkan, diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Jika diangkat Presiden (menjadi Mensos, red), maka mekanismenya diberhentikan. Bisa diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri  maupun pemberhentian atas usulan dari DPRD Kota Surabaya,” katanya. 

Jika sejumlah mekanisme pemberhentian tersebut tidak dilakukan, lanjut dia, dikembalikan pada etika penyelenggaraan pemerintahan. Sebab, jika kepala daerah itu berhalangan tetap, maka yang menggantikan adalah wakil kepala daerah.  

“Ini pembelajaran yang tidak bagus. Karena dua jabatan ini butuh pelaksanaan tugas secara serius. Sehingga bisa tidak maksimal,” kata Salman.

Sumber: RMOL/News/JPNN
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook